Halloween Costume ideas 2015

Pengantar Studi Ilmu Manuskrip Arab Islami Muhammad Bachtiar, Lc. Dipl.

Pengantar Studi Ilmu Manuskrip Arab Islami
Muhammad Bachtiar, Lc. Dipl.

A.    PENDAHULUAN
Manuskrip, atau yang lebih kita kenal dalam bahasa arab yaitu al-makhthuthat, merupakan warisan penting yang ditinggalkan oleh peradaban Arab dan Islam. Manuskrip yang diwariskan mencakup beragam aspek ilmu pengetahuan, di antaranya: Sejarah, Geografi, Sastra, Seni, Kedokteran, Matematika, Kimia, Astronomi, dan ilmu keislaman. Dr. Fahmi Sa'ad dan Dr. Thalal Majdzub dalam buku “Tahqiqu Al-Makhthuthat bayna Al-Nazhariyah wa Al-Thathbiq” mensinyalir bahwa jumlah manuskrip yang berbahasa Arab dan sedikit dari bahasa Fersia dan Turki, ada pada kisaran antara (3) tiga sampai (5) lima juta manuskrip, yang mana tersebar di seluruh perpustakaan di dunia, yaitu perpustakaan yang ada di negara-negara Arab, Eropa, Amerika, dan sebagian negara Asia([1]).
Banyaknya jumlah manuskrip peninggalan para ilmuan Islam seperti yang kita sebutkan di atas, bisa kita buktikan dengan data-data yang terdapat pada buku-buku Bibliografi, seperti buku “Kasyfu Al-Zhunun 'an Asami Al-Kitab wa Al-Funun” karya Haji Khalifah. Dalam buku ini, anda akan berdecak kagum ketika mendapatkan data valid dari maha karya ulama Islam, yang berjumlah hampir dua ratus cabang ilmu. Fakta ini juga diperkuat dengan fakta sejarah, yang menyebutkan bahwa para khalifah dan ulama kita memiliki perhatian besar terhadap buku-buku dan perpustakaan. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Abdullah Al-Makmun bin Harun Ar-Rasyid (813-833 M), Khalifah ketujuh Bani Abbasiyah, yang mendirikan Bait Al-Hikmah, di mana perpustakaan tersebut menyimpan ratusan ribu buku, sang Khalifah mengutus para delegasinya ke Timur dan Barat guna mendatangkan buku-buku baik buku yang bersifat ‘aqli (akal) ataupun naqli(periwayatan). Fakta tersebut juga kita dapatkan pada masa kepemimpinan Khalifah Al-Muntashir Billah di Andalusia (350-366 M), yang mana begitu besarnya perpustakaan yang ia dirikan, hingga buku-buku yang ada membutuhkan (44) empat puluh empat katalog untuk mendatanya([2]).
Namun sejarah kelam pernah menyelimuti kekayaan umat Islam ini, yang menyebabkan punahnya ribuan bahkan jutaan manuskrip berharga umat Islam. Dr. Mushtafa Al-Siba'i dalam bukunya “Min Rawai'i Hadharatina” mencatat sejarah kelam tersebut, yaitu pada tahun 1258 Masehi, ketika Hulagu Khan dan pasukannya menjadikan manuskrip-manuskrip umat Islam pada waktu itu sebagai jembatan untuk menyebrangi sungai Tigris, hingga sungai Tigris berwarna hitam selama berbulan-bulan akibat tinta yang luntur dari manuskrip-manuskrip yang ditenggelamkan. Belum lagi invasi brutal yang dilakukan oleh pasukan Salibis, yang mana dengan invasi tersebut, umat Islam kehilangan banyak perpustakaan berharga yang menyimpan jutaan manuskrip. Di antara perpustakaan-perpustakaan yang dimusnahkan kala itu oleh tentara Salibis antara lain: Perpustakaan yang berada di Tripoli, Ma'arrah, Al-Quds, Gaza, Asqalan dan berbagai kota lainnya. Sebagian sejarawan menaksir jumlah manuskrip yang dimusnahkan pasukan Salibis berjumlah (3) tiga juta jilid([3]). Tentu taksiran dari sebagian sejarawan tersebut bukan tanpa fakta, karena ilmuwan Islam yang bergerak dalam ilmu Bibliografi seperti Ibnu Nadim dengan Fihris, Haji Khalifah dengan Kasyfu Al-Zhunun, Muftahu Al-Sa’adah karya Thasy Kubra Zadah, serta buku-buku Biografi para Ilmuan Islam, kita banyak mendapatkan nama-nama dari sebuah manuskrip, namun karya tersebut tidak kita dapatkan, tentu setelah meneliti dengan serius keberadaan manuskrip tersebut ([4]).  
Setelah fakta sejarah yang kita kemukakan di atas, yang dibutuhkan oleh umat Islam sekarang adalah memupuk kesadaran umat tentang pentingnya warisan keilmuan Islam yang ditinggalkan ulama Islam, yang kala itu sedang berada di puncak kejayaan Islam. Penting bagi umat Islam kini untuk menghidupkan kembali warisan berharga ini, dengan tujuan mulia, yaitu mengembalikan kejayaan umat Islam, yang pernah memegang kendali peradaban dunia berabad-abad lamanya.

B.     PEMBAHASAN
1.      Defenesi Manuskrip Arab Islami
Setiap ilmu memiliki istilah tersendiri, baik istilah tersebut  etimologis ataupun terminologis. Mengetahui istilah pada setiap ilmu berfungsi agar interaksi dengan ilmu tersebut berjalan dengan semestinya. Dan istilah tersebut tidak dituntut agar dapat dipahami oleh semua kalangan, namun harus jelas dan spesifik di antara para pembaca yang berkonsentrasi pada bidang tersebut (spesialis). Jika tidak demikian, maka fungsi dari bahasa itu sendiri hilang, yaitu sebagai alat komunikasi antara manusia. Maka sebuah defenisi (ta'rif) harus memiliki dua karakterisktik yaitu: konfrehensif (jami') dan protektif (mani'). 
Manuskrip dalam defenisi etimologis adalah: Setiap sesuatu yang ditulis dengan tangan, baik tulisan tersebut di buku, dokumen, ataupun ukiran di atas batu. Namun manuskrif dalam defenisi yang kita maksud terbatas pada buku yang ditulis oleh tangan. oleh karen itu, dokumen, ukiran, dan tulisan yang ada pada dinding dan mata uang, tenunan dan yang sejenisnya. Karena, tulisan-tulisan tersebut masuk pada ilmu lain seperti ilmu Dokumentasi dan Kearsipan (‘ilmu al-watsa'iq) atau ilmu Arkeologi (‘ilmmu Al-'Atsar). Defenisi yang dipaparkan oleh Dr. Abdul Sattar Al-Halwaji ini sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Syauqi Banin dan Musthafa Thuba dalam Buku “Mu'jam Mushtalahat Al-Makhtut Al-Arabi”. Ia mendefinisakan manuskrip sebagai, sebuah kita yang ditulis tangan, Ia menyebut bahwa, istilah makhtut ini merupakah istilah baru yang muncul bersamaan dengan buku versi cetak[5]. Dari defenisi ini, bisa kita pastikan, bahwa ilmu manuskrip terbatas pada tulisan yang terdokumentasikan pada sebuah buku dan bukan pada jenis yang lainnya. Jika kita telah membatasi tulisan ini dengan manuskrip arab, maka yang kita maksud adalah arab lisan, dan bukan arab etnis ataupun wilayah. Maka, setiap buku yang ditulis dengan bahasa arab, yang turun dengannya Al-Qur`an, yang digunakakan bangsa arab di semua tempat hingga hari ini, maka itu termasuk buku arab, tanpa melihat etnis dan tempat sang penulis dan di mana ia menulis. Imam Bukhari misalnya seorang imam dalam hadits bukanlah orang arab, dan Ia juga tidak dilahirkan di negara arab. Contoh lain seperti Sibawaeh imam dalam ilmu Nahwu, Ia juga bukan orang arab melainkan asli Fersia. Akan tetapi, karya mereka merupakan induk dari kitab-kitab berbahasa arab([6]).
Sama halnya dengan spesifikasi kata “Islami” yang  penulis sertakan dalam dalam tulisan ini. Spesifikasi ini akan membatasi kajian ini dengan manuskrip yang konsen dengan khazanah keilmuan Islam dari berbagai disiplin ilmu. Karena faktanya, manuskrip yang ada bukan hanya tentang keislaman, melainkan juga agama lain. Semisal, Paulus Luis Syaikhu Al-Yasu'i, menulis buku yang ia beri judul: "Al-Makhthuthat Al-Arabiyah Likatabati Al-Nashraniyyah". Buku ini ia tulis guna mendata buku-buku yang bermuatan agama Nasrani([7]). Kata Manuskrip yang bisa kita katakan naskah mentah, merupakan merupakan lawan dari kata buku yang diproduksi melalui mesin cetak atau alat sejenis. Arti dari sejenisnya ini penulis maksud dengan alat cetak semisal litografi (thab’ah Al-Hajariyah) atau percetakan dengan metode pengecoran potongan-potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari timah yang ditemukan oleh Gutenberg pada abad XV, yang kemudian tekhnik percetakan ini diadopsi oleh bangsa arab, tiga abad setelahnya([8]).    
Setelah paparan defenisi di atas, dengan mengesampingkan beberapa item yang penulis anggap tidak masuk dalam ruang lingkup kajian ini, maka dapat kita simpulkan bahwa, “Manuksrip Arab Islami” adalah: “Buku yang ditulis oleh tangan, berbahasa arab dan bermuatan khazanah keilmuan Islam”.  
     





[1]Dr. Fahmi Sa'ad dan Dr. Thalal Majdzub, Tahqiqu Al-Makhthuthat bayna Al-Nazhariyah wa Al-Thathbiq (Beirut: Alamu Al-Kutub, cet: I 1413 H/1993 M), hlm: 5.
[2]Prof. Dr. Abdullah bin Abdurrahim Al-'Usailan, Tahqiqu Al-Makhthuthat bayna Al-Waqi' wa Al-Nahju Al-Amtsal (Riyadh: Malik Fahd Al-Wathaniyah, cet: 1415 H/1994 M) Hlm: 29
[3] Dr. Mushtafa Al-Siba'i, Min Rawai'i Hadharatina (Riyadh: Daarel Warraq, cet: 1420 H/1999 M) Hlm: 255.
[4]Prof. Dr. Abdullah bin Abdurrahim Al-'Usailan, Op. Cit, hlm: 29.
[5] Syauqi Banin dan Musthafa Thuba, “Mu'jam Mushtalahat Al-Makhtut Al-Arabi” (Ribath, cet III 2005) hlm 320.
[6] Dr. Abdu Al-Sattar Al-Halwaji, Nahwa Makhtuthati Arabi (Kairo: Darel Kahera, cet: 2004) hlm: 9.
[7] Dr. Fu’ad Sazkin, Tarikhu Turats Al-‘Arabi (Riyad, cet: 1411 H/1991 M), hlm: Vol: 2/271. 
[8] Op. Cit, Dr. Abdu Al-Sattar Al-Halwaji, hlm 10. 

Posting Komentar

Google Anda

facebook 1.1k

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget