Halloween Costume ideas 2015

Juli - Nasehat Imam Ghazali bagian 2

Nasehat Imam Al-Ghazali Bagi Penuntut Ilmu
Bagian 2
Rasanya ditulisan saya sebelumnya ada beberapa teks yang perlu saya perbaiki, hanya sedikit dari paragraf bagian akhirnya saja.  Nasehat Imam Al-Ghazali Bagi Penuntut Ilmu Bagian pertama, disitu sudah di jelaskan tentang niat penuntut ilmu ada yang baik dan ada yang buruk, sehingga ketika ia menuntut ilmu dengan niat yang baik, maka kebaikan dan keberkahanlah yang ia dapati.
Seseorang yang sudah menuntut ilmu dan sudah mengetahui permasalahan, apakah sampai disitu aja? Tentunya tidak demikian. karena tujuan dari seseorang setelah mendapatkan ilmu adalah untuk beribadah yang benar dan mengamalkan ilmu yang telah ia dapati. Ilmu itu kedudukannya seperti pohon sedangkan ibadah sebagai buahnya maka menjadi kewajiban yang utama itu adalah mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan aqidah.
Disini sebelum kita melakukan sebuah ibadah yang dianjurkan oleh syara’ (agama), ada hal-hal yang perlu diketahui yaitu Hidayah jalan menuju kedekatan kepada Allah Swt. Hidayah itu memiliki Bidayahyang artinya awal mula dari sebuat hidayah yaitu Syari’at dan Thoriqoh. Dan Hidayah itu juga memiliki Nihayah yaitu Hakikat yang artinya akhir pencapaian untuk mengenal Alllah Swt. Hakikat adalah buah dari syari’at dan thoriqoh.
Hidayah juga memiliki zhohir dan bathin, maka setiap yang bathin selalu ada zhohir begitu juga sebaliknya setiap yang zhohir akan selalu ada bathin. Hal ini juga berlaku kepada syari’at dan hakikat, syari’at adalah zohirnya hakikat sedangkan hakikat adalah bathinnya syari’at. Mengapa demikian? Karena keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling bergantungan. Syari’at tanpa hakikat akan terasa hampa dan hakikat tanpa  syari’at akan sia-sia.
Menurut imam As-Shawi[1], Syari’at adalah hukum-hukum yang dibebankan kepada kita melalui jalan Rasulullah Saw dari sekalian yang wajib, sunah, haram, makruh, dan boleh. Sedangkan Thoriqoh adalah mengerjakan seluruh yang wajib, sunah, meninggalkan larangan, tidak berlebih-lebihan terhadap yang mubah, berhati-hati dalam melakukan apa pun seperti waro’ dan mujahadah untuk berjaga malam, menahan lapar, dan tidak banyak bicara.
Jadi, jalannya seorang Thoriqoh itu awalnya dan tata kramanya adalah semua kewajiban yang dibebankan oleh agama kepadanya ia kerjakan seperti sholat, puasa, zakat, haji, berbakti kepada orang tua, silaturrahim dan kewajiban lainnya. Setelah semua kewajiban telah mampu ia kerjakan maka amalan sunnah mengiringinya seperti sholat sunnah rawatib yaitu sholat-sholat sunnah yang mengikut sholat yang fardhu. Sebelum kita mengerjakan yang sunnah perlu diperhatikan terlebih dahulu yang wajib, jangan sampai kita terlalu fokus kepada yang sunnah sementara hal-hal yang wajib menjadi kececeran. Bermohon kepada Allah Swt, semoga kita di istiqomahkan untuk melakukan kewajiban dan jangan sampai tertinggal.
Setelah melakukan kewajiban, mulailah untuk membiasakan diri melakukan yang sunnah, seperti sholat. Berawal dari melakukan sholat sunnah nawafil (sunnah) yang muakkadah ataupun ghoiru muakkadah, sholat sunnah yang tidak pernah di tinggalkan oleh Rasulullah Saw.
Guru[2]saya (penulis) pernah berkata: “Dulu semasa saya masih di pondok pesantren, saya mempunyai seorang guru yang alim. Beliau berpesan kepada kami para santri, “Hendaklah seusia kalian (usia yang masih kuat dan mampu), melaksanakan sholat sehari semalam tidak kurang dari lima puluh rakaat.”
Bagaimana bisa? Tentu saja bisa, mari kita jumlahkan: Sholat fardhu 17 rakaat, kemudian ditambah dengan sholat sunnah rawatib baik yang muakkadah dan ghoiru muakkadah, duha dan witir.
Sholat sunnah rawatib yang muakkadah (di anjurkan): 2 rakaat fajar, 2 rakaat qobla (sebelum) zuhur, 2 rakaat ba’da (sesudah) zuhur, 2 rakaat ba’da maghrib, 2 rakaat qobla isya, 2 rakaat ba’da isya. kemudian sholat sunnah yang ghoiru muakkadah (tidak di anjurkan tapi boleh dilaksanakan): 2 rakaat qobla zuhur, 2 rakaat ba’da zuhur, 4 rakaat qobla ashar, 2 rakaat qobla maghrib, 2 raka’at qobla isya, 2 rakaat ba’da isya. kemudian 4 rakaat sholat sunnah duha, 3 rakaat sholat sunnah witir. maka jika dijumlahkan semuanya 50 rakaat sehari semalam. Semua itu butuh proses dan butuh latihan, mulailah melakukannya dari yang sedikit hingga jika telah terbiasa, InsyaAllah semuanya akan menjadi mudah.
Nah, Thoriqoh itu melakukan seluruh yang wajib, kemudian melaksanakan yang sunnah, dan meninggalkan yang dilarang oleh agama. Disamping itu juga tidak berlebih-lebihan terhadap yang mubah misalnya makan yang berlebihan, tidur yang terlalu lama. artinya hal-hal yang di bolehkan tapi tidak terlalu dibutuhkan. sesuatu yang mereka anggap tidak perlu maka akan mereka tinggalkan sekalipun itu perkara yang mubah.
Kemudian berhati-hati dalam melakukan apa pun seperti waro’ dan riyadhoh untuk berjaga malam, menahan lapar, dan tidak banyak bicara. ini merupakan jalannya ahli tasauf, biasa sedikit tidur untuk banyak belajar, biasa menahan lapar, tidak banyak bicara dalam artian ketika ada pembicaraan yang kurang bermanfaat maka ia tak berbicara, lebih baik diam sedangkan hatinya berzikir kepada Allah Swt.
wallahu a’lam bishowab.






[1]Imam As-Shawi (1175 – 1241 H) nama lengkapnya: Ahmad bin Muhammad Khuluti As-Syahir di daerah Showi, beliau paham fiqih Maliki dan mempunyai gelar Sho’ul Hajar, wafat di Madinah.
[2]Guru saya itu bernama: Ustadz Aly Irham, Lc Alhafiz dan sekarang masih melanjutkan S2 dan Darul Ifta’ di Mesir

Posting Komentar

Google Anda

facebook 1.1k

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget