Halloween Costume ideas 2015

MUJIBURRAHMAN-PEMBAHASAN-PEMINJAMAN-RAHIM

Dibuat untuk Melengkapi Persyaratan Penerimaan BWAKM
PEMBAHASAN PEMINJAMAN RAHIM BAGIAN I
A. Pengertian Sewa/peminjaman rahim
Menurut bahasa, ‘’sewa” berarti pemakaian (peminjaman) sesuatu dengan membayar uang. Sedangkan arti kata “rahim” yaitu kandungan. Jadi pengertian sewa rahim menurut bahasa adalah pemakaian/peminjaman kandungan dengan membayar uang atau dengan pembayaran suatu imbalan.
Menurut istilah adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri, dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sampai lahir kemudian suami istri itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang kepada wanita yang menyewakan rahimnya.
Hukum
Tak ada perdebatan yang berarti tentang hukum sewa rahim ini. Semua Ulama masa kini dan masa terdahulu sepakat akan keharaman jalan untuk memperoleh keturunan non-alamiah yang satu ini. Semua ulama Azharpun sepakat akan keharaman praktik ini. Sebab, sama saja dengan melakukan praktik zina. Sel telur yang dibuahi oleh sel sperma laki-laki lalu ditanamkan ke dalam rahim wanita lain. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada ikatan resmi secara hukum Islam antara pemilik sel sperma dengan pemilik rahim yang akan ditanamkan zigot (sel telur yang telah dibuahi) ke dalam rahim si wanita (ibu pengganti), dan itu berarti zina. Bahkan saat ibu penggantipun adalah madu (istri yang sah secara Islam) dari si pemilik sel sperma sekalipun. Karena itupun diserupakan dengan lesbi. Di mana sel telur wanita pertama di masukkan ke dalam rahim wanita yang kedua. Meskipun ada sebagian kecil ulama Fiqhi yang menentang. Bahwa pengertian perbuatan lesbi adalah dua wanita atau lebih yang saling memuaskan satu sama lain dengan menimbulkan syahwat. Sedangkan dalam kasus ini tidak ada hubungannya dengan syahwat.
Dalam bentuk apapun dalam kasus peminjaman rahim sama sekali tidak boleh dibenarkan. Ini berdasarkan pertemuan Majlis ulama masa kini, seperti Keputusan Majelis Sidang ''Mujammma' Bhuust Islamiyah'' di Mesir nomor 1 yang ditetapkan pada hari kamis 29 Maret 2001 M. Dan keputusan pada Majelis Ilmu Fiqhi Islami pada pertemuannya yang kedelapan oleh ''Raabithatu al-Alim al-Islami'' di Makkah al-Mukarramah. Dengan interpal waktu mulai dari hari Sabtu 28 Rabii'ul Awwal 1405 H - Senin 27 Jumadil Uula' 1405 H/19-28 Januari 1985 M(1).

Dengan dalil Nash Al-Qur'an :
 (والذين هم لفروجهم حافظون * الا علىى أزواجهم او ماملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين * فمن ابتغى وراء ذالك فأولئك هم العادون(2)
''Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya * Kecuali pada istri-istri mereka, atau budak yang mereka miliki. Maka mereka dalam hal ini tiada tercela * Barang siapa yang mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas'' (3)
Adapun pendapat yang membolehkan praktik ini. Dengan mengaitkannya (illat(4)) dalam kaidah Ushul Fiqhi yang berbunyi :
الاصل فى الاشياء الاباح حتى يدل دليل على تحرمه
''Sesungguhnya setiap sesuatu itu boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya''
Memang, secara eksplisit. Tak ada Hadis dari Raulullah maupun dalam al-Qur'an yang langsung mengharamkan praktik ini. Namun itu bukan berarti, hal ini tidak diatur dalam Islam.
Dalam kaidah Ushul mengatakan :
درء المفاسد مقدم على جانب المصالح
''Menghindari mudharat harus didahulukan atas mencari kemaslahatan''
Adapun Mudharatnya sebagai berikut :
A. Bagi suami yang sah, kehadiran anak itu akan mengganggu pikirannya. Suami dari istri yang melakukan bayi tabung itu akan merasa lemah dan kerdil, jika anak tersebut dapat tumbuh dan berparas cantik, sebab dia tidak dapat membohongi dirinya sendiri, bahwa anak itu bukanlah anak dari darah dagingnya sendiri.
B. Bagi istri yang telah menimang seorang bayi mungil, pada umumnya akan semakin mencintai suaminya, karena telah memberinya anak yang sangat didambakan oleh setiap perempuan. Akan tetapi masalahnya adalah anak tersebut adalah anak hasil pembuahan buatan yang bukan berasal dari suaminya, akan tetapi dari sperma orang lain yang ia donorkan.
C. Bagi anak hasil dari bayi tabung itu, secara naluri secara cepat atau lambat akan merasakan ada ketidakberesan pada dirinya, dan jika ia mengetahuinya maka ia akan mengalami kegoncangan jiwa yang lebih hebat dari yang di alami oleh anak pungut.
D. Kehadiran anak hasil bayi tabung dengan bantuan donor sperma bisa menjadi sumber konflik, karena anak ini bisa menjadi sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat, fisik dan karakternya dengan bapak atau ibunya.
E. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa:
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
b. Teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain, Itu hukumnya haram. Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia itupun hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.
d. Proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya berasal dari pasangan suami-istri yang tidak sah, MUI secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
B. Status Hukum ke-ibuan Ibu pengganti/Ummu al-Badilah
AKAN KITA BAHAS DI PEMBAHASAN PEMINJAMAN RAHIM BAGIAN II
Sumber-sumber
(1) Diambil dari blog/situs resmi ''Daarul Ifta' Al-Mashriyyah''
(2) Al-Qur'an, Surah Al-Mu'minuun ayat 5-7
(3) Al-Qur'an Terjemahan pdf V.001
(4) liat pengertian illat pada buku Logika Agama oleh M. Quraish Shihab halaman 132 nomer futnote 22 dalam bab Islam dan Akal.


Dibuat untuk Melengkapi Persyaratan Penerimaan BWAKM
PEMBAHASAN PEMINJAMAN RAHIM BAGIAN II
B. Status Hukum ke-ibuan Ibu pengganti/Ummu al-Badilah
Status hukum ke-ibuan ibu pengganti.
Ini bisa diketahui dengan dalil-dalil sebagai berikut :
a. Tidak adanya ikatan pernikahan antara laki-laki pemilik sperma dengan pemilik   rahim.

ولقد أرسلنا رسلا من قبلك وجعلنا لهم أزواجا وذرية
''Dan sungguh kami telah mengutus rasul sebelummu (Muhammad) dan Kami berikan hak kepada mereka istri-istri dan keturunan.(5)
b. Prinsip dasar yang menjelaskan semestinya suatu kelahiran pada rahim tertentu dengan ikatan syar'i dan bolehnya kesenangan melalui alat reproduksi.
Siapa saja yang melakukan hubungan yang menyebabkan adanya janin dalam rahim/hamil, maka ia punya semacam hak pada rahimnya dari laki-laki tersebut.
 كما قال رسول الله: الولد للفراش وللعاهر الحجر
''Anak yang dihasilkan dari hubungan ranjang (syar'i). Dan bagi yang berzinah itu terlarang.
c. Tidak adanya kesanggupan dan pembolehan rahim untuk didermakan.
Seperti yang diketahui, sesuatu yang lazimnya untuk didermakan misalkan seperti makanan, minuman, pakaian, kendaraan, tempat tinggal, kitab-kitab, tas-tas dan hal yang serupa. Secara syariat, rahim tidak boleh disewa. Terlebih didermakan. Tidak boleh mengandung kesukaran, tidak untuk dipinjam, tidak dijual, dan tidak boleh didermakan
d. Syariat, mengharamkan segala apa yang membawa terhadap kejadian (yang mengandung) perselisihan dan perbedaan di antara manusia.
ولاتنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم(6)
''Dan  janganlah kalian saling berselisih yang menjadikanmu gentar dan kekuatanmu hilang''.
e. Pengharaman terhadap apa yang menghantarkan kepada pencampuran nasab.
Dan peminjaman rahim itu menunjukkan kepada pencampuran nasab.(7)
Kesimpulan dalil keseluruhan:
Kita memandang bahwa ''peminjaman rahim'' itu tidak boleh, berdasarkan dengan dalil-dalil yang telah dipaparkan sebelumnya. Sebab benda yang dipinjam mesti bersifat mudah, tidak memberatkan, dan lain sebagainya.
Dan rahim, bukan tempat penerimaan dann pendermaan. Maka tidak sah akad pinjamannya.

C. Mengetahui perkara yang berkaitan dengan kepada siapa anak ini dinasabkan
1. Kepada siapa anak itu dinasabkan?
Peminjaman rahim memang dilarang. Namun, jika sudah terjadi. Pertanyaan di atas tentu akan muncul di benak kita.
Ulama A-Azhar dalam kitab Qadhaaya Fiqhiyyah. Yang saat ini merupakan maddah atau pelajaran yang diujikan di term ke dua Tingkat Satu Syariah Al-Islamiyah. Di dalam kitab tersebut yang membahas tentang kasus sewa rahim ini (halaman 286). Ulama lebih jauh membahas tentang hal ini. Sesungguhnya anak ini dinasabkan kepada suami  si pemilik sel telur, jika ibu pengganti belum menikah. Dan segala hak-hak yang berkenaan dengan status si anak. Mulai dari hal kewarisan, kekerabatan, saudaranya, paman-pamannya, kakek-kakeknya. Maka saudara si bapak (suami pasangan si pemilik sel telur) adalah pamannya. Bapak dari bapak adalah kakeknya. Begitu juga diaturpula siapa yang diharamkan baginya. Maka tidak boleh si anak yang terlahir dari praktik ini menikahi salah satu anak-anak perempuan pasangan si pemilik telur, karena mereka bersaudara. Juga tidak boleh menikahi saudara laki-laki dari pasangan tersebut, sebab ia adalah pamannya. Terdapat perbedaan menurut pendapat Ibnul-Qayyim. Dalam menanggapi dalil yang berbunyi ''الولد الفراش''.
Jika ibu pengganti telah menikah?
Maka perlu adanya tes keturunan dalam menetapkannya. Apakah ayah si anak adalah pasangan si pemilik sel telur? ataukah dinasabkan kepada pasangan ibu pengganti atau /wanita yang mengandung dan melahirkannya. Sedangkan sumber-sumber tes keturunan pada bagian tubuh manusia antara lain :

1.      Darah                                     5. Tulang                                9. Jaringan kulit
2.      Kuku                                       6. Rambut
3.      Lendir                                     7. Mani
4.      Air liur                                    8. Gigi
Dengan kata lain. Keturunan itu bisa diketahui melalui ciri-ciri yang begitu menonjol. Baik dengan melihat secara langsung (kasat mata tanpa adanya proses cek darah misalkan) maupun secara tes keturunan dengan mengambil DNA, darah dan lain-lain.
2. Siapa ibu si anak?
Ada dua pendapat. Pendapat pertama :
Mengatakan bahwa ibu sia anak adalah pemilik sel telur yang subur. Dengan dalil di dalam Al-Qur'an Surah Al-Insan ayat 2 yang berbunyi :
إنا خلقنا الانسان من نطفة أمشاج نبتليه فجعلناه سميعا بصيرا
''Sesungguhnya kami mencipatakan manusia dari air mani yang bercampur. Yang hendak kami mengujinya (dengan perintah dan larangan), dari itu kami jadikan dia mendengar dan melihat''. Al-Insaan ayat 2.
Kata ''amsyaaj'' jama' dari kata ''mayiij''dan dalam bahasa Arab ini bermakna ''dua sesuatu yang bercampur''. Dan makna ''Nutfah amsyaaj'' dalam ilmu Biologi adalah air mani dari sel sperma yang membuahi sel telur. Maka terdapat makna tersirat bahwa setiap manusia yang lahir itu dinasabkan kepada bapak dan ibunya (si pemilik sel telur dan pemilik sel sperma).
Pendapat kedua :
Mengatakan bahwa ibu si anak adalah wanita yang rahimnya dipakai untuk tumbuhnya si anak/ yang melahirkan dan mengandungnya. Dengan bedasarkan dalil yang ada pada Al-Qur'an Surah Al-Mujaadilah ayat 2 :
إن امهتهم الا اللائى ولدنهم
''Sesungguhnya ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya''. (Surah Al-Mujaadilah ayat 2).


Sumber-sumber :.
(5)  Mushaf Al-Qur'an dan terjemahan, Surah Ar-Ra'd ayat 38
(6) Surah Al-Anfaal ayat 46
(7) Ustman, Muhammad Ra'fat.2009. Al-Maaddatu al-Waaritsiyyah Al-Jainum Qadhaaya Fiqhiyyah.Cairo : Universitas Al-Azhar

والله أعلم بالصواب



Posting Komentar

Google Anda

facebook 1.1k

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget