Halloween Costume ideas 2015

NIKAH

NIKAH
Oleh : Mohammad Iqbal Husaeni
بسم الله الرحمن الرحيم
المقدمة
اَلْحَمْدُلِلهِ الَّذِي فَضَّلَ بَنِي اَدَمَ بِالعِلْمِ وَالعَمَلِ عَلَى جَمِيْعِ العَالَمِ, وَالصَّلَاةَ وَالسَّلَامَ عَلَى مُحَمَّدٍسَيِّدِالعَرَبِ وَالعَجَمِ, وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ يُنَابِيْعُ العُلُومِ وَالحِكَمِ.. أمابعد.
.
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan nikmat-nikmat-Nya di hamparan taman surga-Nya. Kenikmatan ini hanya diperuntukkan kepada hamba-hamba-Nya yang ahli berfikir. Dia menjadikan akal yang senantiasa memikirkan berbagai macam ciptaan-Nya sebagai perantara untuk menanamkan keyakinan kedalam mata hati hamba-hamba-Nya.

Solawat beserta salam semoga selamanya tercurahlimpahkan kepada junjunan alam yakni habiibana wanabiyyana Muhammad solallahu alaihi wassalam.

Berbicara tentang keluarga, nikah adalah langkah awal sebagai acuan pokok untuk syah nya pembentukan keluarga yang harmonis dan islamis, islam telah mengaturnya dalam Al-qur`an, hadits, ijma, bahkan qaul para ulama. Tidak cukup itu, Negara pun telah mengatur dalam Undang-undang dasar, sebagai hukum yang mesti dilakukan bagi sepasang kekasih yang ingin membentuk keluarga, agar terhindar dari ikhtilatul ansab dan demi kemaslahatan manusia.

Oleh karena itu hukum islam sangat melarang mendekati zina, apalagi sampai melakukan zina. Bahkan ada hukuman bagi orang muslim yang melakukan zina di cambuk 80 kali bagi yang belum menikah (goer mukhson), merdeka seperti kita, dan setengahnya bagi hamba sahaya. Serta di rajam bagi yang sudah menikah (mukhson).
Sebelum kita membahas penjelasan mendalam tentang nikah, kita perlu mengetahui dulu apa pengertian nikah secara bahasa dan istilah sya`ra.
1.      Pengertian Nikah
a.      Menurut bahasa, nikah berarti الضم والجمع  artinya berkumpul.
b.      Menurut istilah syara, syafi`iyyah dalam kitab mugnil muhtaj mengatakan :
عقد يتضمن إباحة وطئ بلفظ الإنكاح أو تزويج أو ترجمته.
Artinya : akad yang menghasilkan bolehnya melakukan wati (hubungan suami istri) dengan lafadz nikah, tazwiij, atau dengan terjemaahnya.
Jadi kalau dilihat dari devinisi nikah diatas, kita boleh menikah dengan memakai semua bahasa, termasuk bahasa indonesia. Walaupun memang ada sebagian ulama yang tidak membolehkannya.

2.      Hukum Nikah
Menurut pendapat syafiiyyah nikah hukumnya jaiz ( boleh).
Dalilnya terdapat dalam Al-qur`an :
 وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا
فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا


Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.Dan juga terdapat dalam hadits :
تناكحوا تكثروا
Artinya : menikahlah dan perbanyaklah keturunan.
Serta dalam ijma semua ulama sepakat tentang disyari`atkannya nikah, dan tidak ada ikhtilaf.

3.      Hikmah Disyari`atkannya Nikah
a.    
Menjaga keturunan,

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا
زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya :
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Menjaga keturunan, dan meneruskan keturunan merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh manusia, dan tak akan terjaga keturunan kecuali dengan pernikahan antara laki-laki dan perempuan.
b.      Mengeluarkan air mani yang akan madzarat ketika kita menahannnya.
Dalam tubuh manusia alloh SWT, telah menciptakan air mani yang bertujuan untuk membuahi ovum yang ada pada rahim perempuan. Jika terus terusan ditahan, maka akan menimbulkan kemadzaratan bagi yang menahannya, apalagi ketika menggejolaknya syahwat. Oleh karena itu islam mensyari`atkan nikah sebagai satu satunya cara atau wasilah untuk menyalurkannya. Sehingga halal bagi laki-laki dan perempuan untuk melakukannya, dan terhalang dari perbuatan zina yang sangat dibenci oleh Alloh SWT.
c.       Mendapatkan kenikmatan,
Syari`at islam itu toleran dan tidak berlawanan dengan kenikmatan kehidupan dunia, firman Alloh SWT,:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ
الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ
لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ
كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ


Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
Akan tetapi, syari`at islam menempatkan kenikmatan dunia tersebut dalam tempatnya, sehingga ada aturan main, atau undang-undang yang berlaku untuk mendapatkan kenikmatan tersebut. Oleh karena itu, islam mensyari`atkan Nikah untuk mendapatkan kenikmatan dengan cara yang halal, melakukan hubungan suami istri, sehingga mereka dapat menyalurkan syahwatnya dengan cara yang islami.
d.     Sebagai wasilah untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang,
Setiap insan pasti menginginkan adanya kasih sayang yang didapatkan dari lawan jenisnya, sehingga dengannnya itu mereka merasakan ketentraman hati, rasa cinta dan kedamaian hidup. Sebagaimana firman Alloh SWT, :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

4.      Apakah hukum nikah menunjukan kepada hukum taklifi yang lain (selain jaiz) atau tidak?
Telah kita ketahui bersama bahwa hukum nikah secara asal menurut syafi`iyyah adalah jaiz (boleh), tapi jika dilihat dari hal, tingkah dan kemampuan manusia dalam menikah, hukumnya bisa menjadi wajib, sunat, makruh, bahkan ada yang sampai haram.
a.      Nikah hukumnya wajib,
Nikah hukumnya wajib jika seorang mu`min sangat menginginkan untuk menikah, dia sudah mampuh untuk menikah(dalam artian mampuh menafkahi istri secara lahir maupun batin), dan dia yakin jika tidak menikah akan menimbulkan perzinahan maka hukum nikah menjadi wajib baginya.
b.      Nikah hukumnya sunat,
Jika seorang mukmin tidak terlalu ingin untuk menikah(bisa menahan syahwatnya), dia mampuh dalam menafkahi istri, baik secara lahir maupun batin, dan mampuh memberikan mahar kepada istri. Maka baginya menikah adalah sunat.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((يا معشر الشباب! من استطاع منكم الباءة فليتزوج. فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج. ومن لم يستطع، فعليه بالصوم، فإنه له وجاء
Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu diantaramu untuk menikah, maka hendaklah menikah karena akan menundukkan pandanganmu dan memelihara kehormatanmu. Maka, siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa itu merupakan pengekang syahwat baginya” (H.R. Bukhari).
c.       Nikah hukumnya makruh
Jika seorang muslim tidak mampuh untuk menikah, baik secara fisik karena sakit, karena sudah tua, ataupun dalam segi harta dia tidak mampuh memberikan mahar, atau nafakah untuk istrinya, maka hukum nikah baginya itu makruh.
d.     Jika seseorang tidak terlalu menginginkan zima, tapi dia mampuh untuk memberi nafakah, mahar dan hak-hak istri yang lainnya. Dan  dia tidak sibuk dalam ibadah dan mencari ilmu, maka fuqoha dari syafi`iyyah berbeda pendapat dalam masalah ini.
1)      Ulama yang pertama mengatakan, bahwa tidak sunat baginya untuk menikah.
2)      Sunat baginya menikah, ini pendapat imam al-mawardi, imam arrofi`i dan khotib asysyarbini.
e.      Jika seseorang tidak terlalu menginginkan zima, tapi dia mampuh untuk memberi nafakah, mahar dan hak-hak istri yang lainnya. Dan  dia sibuk dalam ibadah dan mencari ilmu, maka ulama syafi`iyyah sepakat bahwa tidak sunat baginya untuk menikah. Karena sibuk dalam ibadah dan mencari ilmu lebih utama ketimbang menikah.
f.        Nikah hukumnya Haram
Jika dia sudah meyakini pada dirinya jika menikah, tidak bisa berlaku adil, tidak bisa memberi nafakah kepada istri dan haq istri yang lainnya, atau akan terjadi madzarat syar`i, maka nikah baginya haram.

-وَاللهُ
أَعلَم بِالصَّوَابِ-


Saya meyakini orang lain lebih baik dari pada saya, akan tetapi
hal ini tidak berarti bertentangan dengan keyakinan saya bahwa jalan Ahlussunnha
Wal Jama’ah, Sufi, Asy’ariyah, dan bermadzhab (dalam berfiqih) adalah jalan
yang paling selamat. {Syakh Asyraf Saad}


AKHLAQ MUKMIN SEJATI...
Siang bagaikan Singa, Malam bagaikan
Rahib...

Jika kita tidur siang hari,
Maka kita telah mengabaikan hak orang
banyak.

Jika kita tidur di malam hari tanpa
melaksanakan Qiyamul Lail,

Maka kita telah mengabaikan hak Sang
Pencipta..

By. Iqbal el-goruty




Posting Komentar

Google Anda

facebook 1.1k

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget