Halloween Costume ideas 2015

Biografi Tokoh-Tokoh Filsafat Islam 3

Biografi Tokoh-Tokoh Filsafat Islam 3
Oleh: Bayu Pramesta


            Jika kita bicara soal filsafat Islam tentunya tidak bisa lepas dari pembicaraan filsafat secara umum. IlmuFilsafat Islam, terlepas dari semua kekontroversiannya, adalah sebuah cabang ilmu yang ada hingga zaman sekarang. Sejarah  ilmu Filsafat Islam dimulai sejak  zaman Khalifah yang ke-dua Dinasti 'Abbasiyyah yaitu Abu Ja'far Almansur, yang mebangun “Baitul Hikmah” di Bagdad. “ Baitul Hikmah” ada markaz tempat menterjemahkan buku-buku berbahasa Yunani menjadi bahasa Arab. Termasuk buku-buku filsafat Yunani. Yang mana berhasil diselesaikan pada masa Khalifah yang ke-tujuh, Khalifah Al-Makmuun. Buku-buku filsafat Yunani, diseleksi dan disadur seperlunya, serta diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Minat dan gairah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu tinggi karena pemerintahlah yang menjadi pelopor serta pioner utamanya. Berikut adalah biografi tokoh-tokoh Filsafat Islam :

C. Ibnu Sina ( 980 M – 1037 M )
           




           


            Bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā. Ibnu Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Ibnu Sina dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter, Ia juga seorang penulis yang produktif di mana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, dia adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan Referensi di bidang kedokteran selama berabad-abad.
            Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu. Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu. Pada masa remaja, Ibnu Sina sudah menghafal Al-Quran dan menguasai dasar-dasar ilmu fisika, metafisika, logika, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya. Dan iapun berhasil, padahal banyak tabib dan ahli pengobatan yang hidup pada masa itu tidak satupun yang sukses menyembuhkan penyakit sang khalifah. Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan :
“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya. Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.”
            Ayahnya berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Ayah dari Ibnu Sina meninggal ketika ia baru berusia 22 tahun, sehingga ia meninggalkan kota kelahirannya, Bukhara dan memilih mengembara menuntut ilmu menuju Jurjan, lalu ke Khawarazmi hingga menetap di Hamadzan (Iran). Di kota kecil Jurjan, Ibnu Sina bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni dan berguru kepadanya. Kota selanjutnya Rayy dan Hamadzan, sambil mulai menulis sebuah buku yang terkenal Qanun fi Thib.
            Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun fil Tib atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Kedua kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
            Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Di bidang kedokteran ia mendapat julukan Pangeran Para Dokter dan Raja Obat. Banyak para pembesar negeri pada masa itu yang mengundangnya untuk memberikan pengobatan. Para pembesar negeri tersebut di antaranya Ratu Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadzan, dan Alaud Dawla dari Isfahan. Karenanya dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai puncak atau Bapak ilmu kedokteran.
            Sepanjang hidupnya Ibnu Sina menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan bidang yang diminatinya yang jumlahnya mencapai 250 karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah.
            Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.


Label:

Posting Komentar

Google Anda

facebook 1.1k

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget